Ayah-Bunda, berikut ini adalah rangkuman dari tanya jawab kulwap Memilih Sekolah Untuk Anak. Adapun materinya bisa dibaca di [Kulwap] Memilih Sekolah untuk Anak. Oke deh, selamat membaca dan semoga bermanfaat.
Pertanyaan 1
2 tahun kedepan, saya domisili Malang akan pindah ke Batu. Sementara putra saya kan harus masuk SD tahun ini. Jadi saya ingin memasukkannya ke SD Negeri dulu selama 2 tahun ini. Jujur, untuk biaya masuk kan gratis. Baru tahun berikutnya, kelas 3 SD saya pindah ke MI di Batu. Pertanyaannya, apakah ada pengaruhnya/menyulitkan si anak, kalau kelas 1 dan 2 nya di SD biasa. Kemudian kelas 3 dst pindah ke MI? Oiya, kemarin ada rencana ke MI Negeri, tapi agak jauh dari rumah. Memilih yang simple dan dekat. Akhirnya opsi SD Negeri selama dua tahun kami pilih. Mohon masukan, terimakasih atas perhatiannya.
Jawab: Menyulitkan atau tidak, sangat relatif karena tiap anak berbeda dalam hal kemampuan beradaptasi dan menyerap pengetahuan baru. Menurut pendapat saya, jika di MI yang akan dituju nanti kondisinya berkesesuaian dengan kebutuhan anak (sesuai kondisi anak) yang meliputi hal-hal yang sudah saya jelaskan di postingan materi kemarin, Insya Allah anak tidak kesulitan. Jadi, dimana pun sekolah yang dituju, orangtua harus memahami kondisi sekolah secara menyeluruh termasuk program belajar, mata pelajaran yang diajarkan dsb.
Pertanyaan 2
Bagaimana menjelaskan kepada orang tua yang memiliki anak “istimewa” yang ingin disekolahkan ke sekolah kami (sekolah formal)? Sementara-disamping kesadaran bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan, untuk anak yang “istimewa” kami tidak memiliki guru khusus. Kondisinya ada orang tua dengan egois merasa anaknya bisa bergabung. Bisa dikatakan tidak menerima keadaan anaknya, terus bagi orang tua yang cukup memaksa dengan dalih agar anaknya bisa bersosialisasi tidak perlu nilai akademik asal bisa sekolah.
Jawab: Jika sekolah yang berstatus NEGERI memang ada aturan yang menganjurkan untuk menerima siswa Berkebutuhan Khusus dan menyediakan guru khusus juga. Untuk sekolah swasta tentu menyesuaikan kemampuan sekolah. Jika sekolah belum mampu menyediakan guru khusus, komunikasikan dengan orangtua untuk bekerjasama menyediakan guru khusus (shadow/pendamping) karena memang untuk pendamping ini butuh biaya tersendiri.
Untuk bisa menentukan anak termasuk ABK atau tidak, harus melalui observasi, interaksi (wawancara) dan psikotes. Jadi, baik guru maupun orang tua tidak boleh langsung beranggapan anak tersebut mengalami gangguan tertentu. Hasil tes dan lain-lain itulah yang menjadi dasarnya untuk menjelaskan kepada orang tua. Karenanya orang tua tidak bisa memaksakan bahwa anaknya harus diterima karena merasa tidak bermasalah.
Pertanyaan 3
Bunda, bagaimana menyikapi anak saya (laki-laki, bulan depan 8 tahun) memilih masuk SD yang ada teman yang sudah dikenal. Kalau enggak dikenal, enggak mau. Apakah ada yang salah dalam proses tumbuh kembangnya? Sebelumnya (pada usia 7 tahun) kami temani trial class di sekolah yang menurut kami bagus untuknya.
Ternyata hari kedua dia enggak mau masuk karena sama gurunya diwanti-wanti tidak boleh ditemani orangtua. Dia enggak nyaman kalau tidak ada teman yang sudah dikenal. Akhirnya setahun ini dia memilih belajar di rumah. Sepertinya kebutuhan dia adalah berteman sedangkan sekolah ini nanti SDIT full materi. Bagaimana mengomunikasikan ke sekolah untuk kondisi anak saya? Matur suwun.
Jawab: Sekolah yang menurut orang tua bagus belum tentu tepat untuk anak lho! Mohon dipahami dulu kebutuhan dan kondisi anak, setelah itu sesuaikan kondisi sekolah yang dipilih dengan kondisi dan kebutuhan anak. Wajar jika di usia 8 tahun anak masih ingin mengikuti teman-teman yang disukainya. Anak perlu dipahami, karenanya pilihan sekolah yang tidak diinginkan anak. Jika harus dipaksakan, maka orang tua perlu lebih telaten menjelaskan alasan harus di situ dan sabar menghadapi keluhan serta ketidaknyamanannya.
Mengomunikasikan dengan pihak sekolah dengan menjelaskan kondisi anak, belum tentu bisa diterima juga oleh sekolah. Maksud saya, pada umumnya sekolah justru menuntut anak dan orang tua yang menyesuaikan kondisi sekolah. Bukankah orang tua yang memilih sekolahnya? Dan bukan sekolah yang memaksa agar anak disekolahkan di situ 😊🙏
Kalaupun saat dibicarakan, pihak sekolah biasanya tampak bisa memahami dan menerima. Namun, karena jumlah anak yang dididik di sekolah banyak, pada umumnya sekolah memperlakukan secara sama. Kecuali jika memang berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan, sekolah yang dipilih tersebut memang sudah terbukti bisa melayani kondisi anak sebagaimana kondisi ananda.
Saran saya, jika ananda tetap harus sekolah di tempat pilihan orangtua, perbanyak berempati terhadap keluhan anak dan perbanyak mengapresiasi setiap upaya baik yang dilakukan anak.
Jika memungkinkan, sesuaikan pilihan sekolah dengan kondisi dan kebutuhan anak. Jika sekolah tersebut memiliki kekurangannya, penuhi kekurangan tersebut di rumah, di keluarga.
Pertanyaan 4
Anak saya usia 5,5 tahun. Dalam pikiran saya, pertama mencari sekolah adalah deket dengan rumah sehingga anak saya tidak terlalu capek dalam perjalanan sekolah. Tetapi saya tidak yakin ada sekolah dengan tipe gaya belajar anak saya yang cenderung kinestetik. Mengingat saat sekolah di TK saja saya amati dia sudah mulai malas dan bosan untuk sekolah. Yang saya takutkan, di jenjang sekolah lebih tinggi saya tidak dapat memberikan sekolah yang cocok dengan gaya belajar anak saya. Apa yang harus saya lakukan di rumah untuk menumbuhkan semangatnya? Apalagi setelah libur dia malas buat beranjak sekolah.
Jawab: Jika tidak menemukan sekolah yang cocok dan pas dengan kondisi dan kebutuhan anak, pilih yang mendekati dan kekurangannya bisa dipenuhi oleh orang tua di rumah. Ketika anak libur panjang memang tetap harus diisi dengan kegiatan pembelajaran juga agar anak tetap aktif sehingga tidak malas yang keterusan.
Penekanannya pada belajar, jadi ketika anak tidak mau sekolah kita tetap bisa berempati. Namun tegaskan bahwa meskipun tidak ke sekolah harus tetap berkegiatan belajar di rumah. Nantinya anak akan bisa mempelajari dari yang dialami, keseruan belajar yang di sekolah bersama teman-teman lebih menyenangkan, karena mungkin dia akan bosan di rumah. Intinya di usia 5,5 tahun tidak harus ditegaskan/dipaksa sekolah, karena bisa berakibat rusaknya naluri pembelajar yang sudah ada pada anak.
Pertanyaan 5
Bagaimana caranya untuk survey sekolah tetapi sekolahnya tidak mengizinkan kita untuk melihat proses belajar mengajarnya?
Jawab: Jika ada sekolah yang tidak mengizinkan calon siswa melihat proses belajar mengajar di sekolah, perlu ‘dicurigai’ mengapa? Hehehe… Maaf, kalau saya sekolah yang seperti itu langsung saya coret dari daftar pilihan, karena sekolah yang tidak terbuka akan sulit untuk bisa bersinergi dengan orangtua dan tentu kita tak ingin ada hal-hal yang tidak diharapkan terjadi pada anak kita.
Pertanyaan 6
Apa saja yang boleh dan tidak boleh diucapkan saat orang tua sudah mengeluarkan banyak biaya untuk pendidikan, ternyata anak mogok di tengah jalan.
Jawab: Bergantung usia anak (tahapan tumbuhkembang anak di fase yang mana?). Jika anak di fase 1 (pra sekolah) gak boleh mengungkit apapun terkait biaya pendidikan yang sudah dikeluarkan. Kita hanya boleh menyampaikan kata-kata rayuan dan apresiasi.
Jika anak di fase 2, tetap tak boleh mengungkit biaya yang sudah dikeluarkan, namun jika sekolah itu sudah merupakan pilihan anak, orangtua boleh memberi ketegasan tapi tetap menggunakan kalimat yang santun.
Untuk anak di fase 3 (sudah remaja atau baligh) ajak bicara baik-baik, berterusterang saja pada ananda soal pengeluaran biaya-biaya pendidikan, diskusikan secara kata-kata yang santun, sikap tegas namun tetap bersahabat (gaul) usahakan dalam situasi serius tapi santai
Pertanyaan 7
Assalamu’alaikum, Saya Fitri, anak saya 10 tahun (laki-laki). Bagaimana menyikapi anak jika anak sudah memilih sendiri sekolanya, tetapi dalam 1 semester sudah tidak mau lagi mengikuti belajar.
Jawab: Komunikasikan dulu dengan ananda, dengar penjelasan dan alasan anak tidak mau lagi. Respon dengan empati dan berikan apresiasi atas kemauannya menjelaskan. Baru kemudian giliran orangtua menjelaskan. Jika alasan anak urgent, misal ada bullying atau pelecehan seksual ya orangtua harus bisa terima dan berpihak pada anak.
Namun jika alasan bisa ditolerir, ajak anak kerjasama untuk bertahan. Karena anak juga harus belajar bertanggung jawab atas pilihannya
Pertanyaan 7
Bagaimana jika di tengah jalan (saat sekolah) anak mogok, kalau ada kemungkinan tak bisa mengikuti pelajaran (misal hafalan) sikap apa yang diambil? pindah atau seperti apa?
Jawab: Kalau sudah disurvei dan dipilih anak, maka anak sebaiknya belajar bertanggung jawab atas pilihannya. Belajar di manapun pastinya ada risiko ketidaknyamanan. Beda kalau itu pilihan orang tua saat anak sampai mogok di tengah jalan maka perlu respon empati lebih besar pada anak.
Pilihannya enggak harus pindah. Bisa dikompromi dengan anak tapi orang tua sebaiknya tidak memaksakan dan merasa benar.
Lalu apakah baik untuk anak memaksakan di sekolah penuh dengan hafalan, namun si anak tak mampu mengikuti ritme tersebut sampai stres?
Karena tiap anak unik, maka enggak ada yang boleh dipaksakan pada anak-anak. Yang boleh adalah menumbuhkan benih kecintaan anak pada qur’an sehingga tumbuh pula kesadaran anak untuk gemar mempelajarinya. Soal hasilnya bisa hafal atau tidak ya kembali pada kewenangan Allah 😊🙏