Tema Sekolah Parenting Harum pada bulan November tahun ini adalah Menyikapi Masa Transisi Anak.
Pengertian transisi disini adalah peralihan dari suatu kondisi ke kondisi yang lain. Jadi bukan cuma masa transisi yang dikenal orang sebagai kondisi remaja atau pubertas menuju dewasa. Tapi di setiap peralihan dari satu fase ke fase yang berikutnya.
Kondisi transisi dari fase 1 ke fase 2 biasanya terjadi pada sekitaran usia 5 – 6 tahun. Tapi tiap anak bisa tidak sama ya. Jadi kondisi transisi atas perubahan fase ini disebabkan oleh adanya perubahan hormon.
Nah, perubahan hormon dari fase 1 ke fase 2 ini kaitannya dengan hormon yang tadinya dominan aktif (terkait dengan hormon yang merangsang otak), ganti dengan hormon yang terkait dengan pertumbuhan fisiknya.
Perubahan hormon ini yang mengakibatkan gangguan emosi pada anak. Gangguan emosi itu kemudian menimbulkan perubahan pada perilaku anak. Misalnya yang tadinya sudah bisa makan sendiri tiba-tiba minta disuapin lagi.
Masa Transisi dari Fase 2 ke Fase 3
Masa transisi anak dari fase 2 ke fase 3 biasanya terjadi di usia 10 – 14 tahun. Nah, pada saat inilah perkembangan masa anak-anak akhir masih berlangsung, namun hormon seksualitas yang mempengaruhi kedewasaan secara biologis sudah mulai bekerja. Akibatnya adalah pertumbuhan dan perkembangan menuju dewasa sudah mulai muncul.
Berikut ini adalah tanda-tanda kondisi transisi dari fase 2 ke fase 3.
- Biasanya diikuti perubahan fisik yang sangat drastis sehingga anak jadi sulit mengontrol emosinya yang mulai stabil menjadi goyah kembali.
- Kondisi kognitif yang tadinya sudah punya kemampuan membedakan hal-hal yang lebih prioritas, namun karena adanya perubahan hormon itu menyebabkan perubahan atau gangguan di emosinya. Yaitu menjadi egosentris kembali sehingga mengalahkan kemampuannya untuk mementukan prioritas.
- Nah, pada usia ini jangkauan pergaulan anak juga sudah lebih luas sehingga dia cenderung memiliki pembanding-pembanding dalam hal figure keteladanan. Sudah tidak lagi hanya berkiblat kepada orang tuanya bahkan cenderung membandingkan dengan orang lain.
Bagaimana sebaiknya orang tua berperan?
Dalam menghadapi masa transisi anak, orang tua perlu melakukan pendampingan untuk membantu menghadapi situasi kacau akibat perubahan hormon yang dialami oleh anak.
Sebaiknya kita menghindari mengkritik dan mengurangi nasihat yang sifatnya ceramah. Tapi bukan berarti anak tidak butuh untuk dinasihati. Hanya saja metode menasihati ini yang berubah ke memperbanyak saling bercerita termasuk kisah-kisah pertemanan di masa anak saat itu.
Lalu, perbanyaklah kegiatan menarik yang bisa dilakukan bersama anak dalam rangka mempererat bonding karena dalam kondisi transisi biasanya orang tua cenderung menjadi bagian yang kurang berarti bagi anak.
Agar kita bisa tetap berteman baik, maka perlu mengenal secara lebih mendalam teman-teman bermain anak kita. Karena jika ada konflik, orang tua masih sangat dibutuhkan untuk memberikan pengarahan yang tepat untuk anak.
Jadi kita harus tetap mengupayakan supaya anak tetap punya kepercayaan yang baik terhadap orang tuanya dibanding kepada temannya.
Karena kondisi transisi pada anak membutuhkan perhatian yang besar dari orang tua, maka orang tua juga perlu menunjukkan empati yang lebih pada anak. Bukan karena lebay, tapi lebih pada kebutuhan
Orang tua juga bisa memberi kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih banyak karena kepercayaan yang diberikan orang tua akan berpengaruh kepada kepercayaan diri anak. Dukungan dan pengawasan yang berkesuaian juga perlu tetap diberikan, bentuknya seperti apa? Ayah-bunda bisa membacanya kembali pada materi dukungan dan pengawasan ya ^_^
Masa Transisi dari Fase 3 ke Dewasa
Berikutnya ketika sudah berada di fase ke 3, anak-anak juga mengalami transisi menuju ke dewasa. Nah, kondisi transisi anak dari fase 3 ke dewasa seharusnya sudah bisa diatasi oleh dirinya sendiri. Namun, kondisi transisi di fase sebelumnya seringkali juga belum tuntas.
Kok bisa?
Iya, karena ketika anak dalam kondisi transisi banyak orang tua yang belum memahami sehingga memberikan pola asuh yang tidak berkesuaian dengan kebutuhan anak. Akibatnya kondisi transisi anak belum tuntas sampai dia mengalami kondisi transisi pada fase berikutnya.
Sehingga terus tidak stabil kondisi emosionalnya, akibat perlakuan pola asuh yang kurang berkesuaian dengan yang dibutuhkan anak pada masa transisi. Nah ini pengaruhnya juga luar biasa pada fase-fase berikutnya, terutama terhadap perilaku anak.
Umumnya pada masa transisi fase 3 menuju dewasa ini keadaan transisi hanya disebabkan karena anak panik, gugup, nerves. Misalnya saat anak mengalami jatuh cinta dengan lawan jenis, atau bertemu dengan dunia baru dari sekolah menuju dunia kerja.
Jadi wajar saja jika anak mengalami panik. Pada kondisi seperti ini sebaiknya orang tua tidak banyak melakukan intervensi supaya anak bisa belajar mengatasi masalahnya
Nah, begitu ayah bunda semoga bermanfaat materi ini untuk bisa diterapkan pada kondisi masing-masin. Sekali lagi menyikapi dengan tepat kondisi transisi anak sangat penting karena akan berpengaruh pada perilaku anak di fase-fase berikutnya.
Salam goog parenting untuk Indonesia yang lebih baik, dari keluarga untuk bangsa ^_^