Apa sih sebenarnya tantrum itu? Karena akhir-akhir ini kata ‘tantrum’ seperti tidak asing di telinga kita ya Ayah-Bunda.
Pada kesempatan kali ini, Bunda Abyz Wigati, S.Psi sharing tentang menghadapi anak tantrum tanpa panik di Radio Kanjuruhan FM Malang. Berikut rangkumannya.
Menghadapi Anak Tantrum Tanpa Panik
Tantrum biasanya ditujukan untuk anak-anak yang ngambek. Atau dalam artian kondisi anak yang sulit dikendalikan karena dia sebetulnya sedang meluapkan emosi ke arah perilaku marah.
Namun, kadang-kadang orang tua kesulitan mengendalikan sehingga memberikan respon yang kurang tepat. Anak yang awalnya sekedar kesulitan menyampaikan keinginan menjadi ke arah perilaku yang lebih parah. Seperti menyakiti diri sendiri, melempar barang, dan yang lain.
Mengapa anak bisa tantrum?
Ayah-Bunda perlu tahu tahapan usia anak 0-7 tahun. Fungsi otak nalarnya belum optimal jadi cenderung menggunakan otak belakang yang lebih pada gerakan reflek. Sehingga anak-anak tuh kalau nggak suka responnya ya nggak suka. Mereka masih belum punya kemampuan untuk mengendalikan.
Oleh karenanya jika usia 0-7 tahun anak-anak mengalami tantrum itu adalah hal normal. Jika di usia ini anak-anak mendapatkan stimulus atau pola asuh yang sesuai maka mereka akan punya kemampuan mengendalikan diri dengan baik.
Pentingnya Mengetahui Penyebab Tantrum
Reaksi anak dalam bentuk perilaku marah ini pasti ada sebabnya. Tetapi masih banyak orang tua yang kurang memahami penyebabnya. ‘dia marah ya nggak papa nanti kan dia berhenti sendiri marahnya’. Padahal yang lebih penting adalah penyebabnya sehingga Ayah-Bunda bisa mencegah agar anak tidak berulang-ulang tantrumnya.
Jadi yang perlu dipahami adalah orang tua harus belajar untuk memahami penyebab anak berperilaku tantrum.
Bentuk-bentuk Tantrum
Mungkin Ayah-Bunda ada yang bertanya-tanya, mengapa bentuk tantrum berbeda-beda antara anak yang satu dengan yang lain?
Nah, bentuk tantrum bisa bermacam-macam tergantung dari keteladanan ya. Jadi, apa yang didengar, dilihat, dan dirasakan oleh anak dari perlakuan orangtua atau yang mengasuhnya maka akan muncul katika anak mengalami tantrum.
Misalnya saat tantrum si anak melempar-melempar berarti dia pernah melihat, mendengar, atau merasakan kondisi yang membuat dia terdorong untuk melakukan perbuatan melempar itu.
Oleh karenanya orangtua perlu waspada bahwa ketika ada tanda-tanda ketika anak merasa nggak nyaman. Atau ada sesuatu yang membuat anak bersikap marah maka orangtua harus sigap untuk memberikan perhatian.
Penyebab Tantrum
Kalau ada anak tantrum jangan diabaikan ya Ayah-Bunda karena malah membahayakan. Misalkan biasanya anak cuma marah biasa karena ingin dibelikan mainan. Lalu, orang tua mengabaikan sehingga anakberperilaku lebih parah. Nah, pengabaian inilah yang menyebabkan anak tantrum lebih parah.
Sama seperi orang dewasa yang mengharapkan perhatian dari pasangan. Bedanya untuk orang dewasa ada pengendalian dirinya tapi pada anak-anak belum punya pengendalian gitu ya.
Cara Menghadapi Anak Tantrum
Beberapa orang tua bertanya, “Mengaoa kadang ketika anak teriak-teriak orang tua juga ikutan berteriak?”
Ya, karena orang tua panik. Nah, kepanikan ini akan ditangkap oleh anak-anak dan tersimpan di memori bawah sadarnya loh. Itulah yang kemudian membuat tantrum anak lebih parah.
Lalu, bagaimana cara menghadapi anak tantrum?
Tidak Panik
Orang tua yang panik ketika anak tantrum tidaklah salah, normal kok. Oleh karenanya saya mengatasinya dengan “jeda” ketika panik melanda.
Misalnya dengan berkata kepada anak, “sebentar ya, Bunda mau kekamar mandi.”
Ayah-Bunda boleh meninggalkan anak sesaat tetapi jangan diabaikan.
Atau misalnya orang tua sudah memeluk anak yang sedang tantrum tapi ternyata dia masih teriak-teriak. Orang tua bisa berkata, “Oke silahkan marah dulu, Bunda mau minum dulu. Bunda haus.”
Tinggalkan anak sesaat tetapi orang tua tidak mengabaikan. Berpamitan adalah bentuk komunikasi yang bisa mengajarkan kepada anak kalau ada keperluan ya harus disampaikan.
Jangan sampai orang tua meninggalkan anak secara diam-diam atau malah mengancam. Misalnya, “Ya sudah, Bunda tinggal aja nih kalau masih marah-marah.”
Hal itu malah menjadi pemicu anak berteriak semakin keras.
Orang tua bisa menunjukkan sikap tidak panik kepada anak-anak sehingga mereka akan beranggapan bahwa bersama orang tua tuh anak-anak baik-baik saja.
Sayangnya kan sudah turun temurun gitu kalau anak tantrum maka orang tua panik dan tantrum anak akan semakin parah.
Butuh Proses
Mengubah kebiasaan menghadapi anak tantrum ini memang perlu proses juga. Ayah-Bunda bisa mencoba diterapkan sedikit-sedikit, tidak harus diterapkan langsung semuanya karena akan lebih berat.
Kalaupun sudah dicoba dan belum berhasil maka jangan berhenti dan putus asa ya Ayah-Bunda. Bisa jadi waktu mencoba menerapkan pertama kali auranyanih masih panik karena terbawa kebiasaan-kebiasaan sebelumnya.
Maka dicoba lagi nanti dilain kesempatan sampai ketika aura kita sudah nggak panik insyaallah anak akan ikut merasakan ketenangan orang tua.
Menerima Bahwa Anak Mengalami Hal yang Tidak Nyaman
Kadang-kadang orangtua berpikir bahwa tantrum hanya perilaku anak yang mencari perhatian. Jadi misalnya dibiarin aja nanti baik-baik sendiri.
Memang betul sih. Anak memendam ketidaknyamanan yang dia rasakan karena dia mencari perhatian, tetapi orang tua tetap tidak memperhatikan. Nah, yang dipendam ini akan terakumulas, gawatnya lagi akan menjadi bom waktu.
Jika anak sudah tidak kuat menahan maka akan menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Oleh karenanya, orang tua sebaiknya menerima kondisi anak bahwa mereka sedang merasa tidak nyaman sehingga perlu marah. Marah itu boleh tetapi harus bisa dikendalikan. Jadi, tantrum itu tergolong perilaku marah.
Seperti orang dewasa saat melihat sesuatu yang tidak baik pasti ada rasa jengkel tetapi tetap harus mengendalikan perilaku marahnya. Nah, kalau anak-anak perlu divalidasi bahwa
“kondisimu saat ini sedang tidak nyaman sehingga kamu marah kamu kecewa” seperti itu atau ‘kamu sedih karena kehilangan’.
Tetapi bukan sekedar menerima dan menunjukkan bahwa orang tua tidak membiarkan atau mengabaikan tapi memberi perhatian secukupnya dan tidak dilebih-lebihkan atau lebay.
Bisa karena Terbiasa
Gampang-gampang susahnya orang tua menanggapi anak yang tantrum itu karena masih belum terbiasa dengan metode yang lebih tepat. Tetapi kalau orag tua mau mencoba sesuatu yang baru dalam menghadai anak tantrum mungkin sulitnya diawal. Nanti kalau sudah dijalani akan lebih mudah.
Tidak ada metode yang paling tepat untuk menghadapi anak tantrum. Kenapa? Karena setiap anak itu kondisinya berbeda-beda begitu juga dengan orangtu. Metode yang ada bukan paling tepat tapi yang lebih tepat nah berarti itu harus sesuai dengan kondisinya anak dan juga kondisi standart di dalam keluarga.
Selain itu juga harus cocok dengan tantangan yang dihadapi. Sebagai orangtua berusahalah untuk mencegah supaya anak jangan sampai tantrum. Bahwa tantrum itu bukan hanya sekedar marah tapi perilaku marah yang tidak terkendali. Sehingga orang tua bisa melakukan pencegahan agar tidak sampai bablas ke perilaku marah yang tidak terkendali.
Belajar parenting itu berbeda dengan belajar marketing. Belajar parenting tujuannya untuk membekali Ayah-Bunda supaya menjadi orangtua yang lebih baik, bukan mencetak anak menjadi baik. Karena anak baik itu bukan karena cetakan tapi karena proses yang kita lakukan dalam mendidik dan mengasuhnya disepanjang waktu.
Prinsipnya sih jadi orangtua itu nggak harus selalu benar, jadi nggak papa kok kalau kita lupa dan khilaf telah melakukan kesalahan kepada anak. Tetapi yang paling penting dalam proses mengasuh anak ketika orangtua melakukan kesalahan adalah berani mengakui dan minta maaf untuk mau memperbaiki.
Salam good parenting untuk Indonesia yang lebih baik, dari keluarga untuk bangsa.