Permasalahan rumah tangga banyak macamnya, mulai dari pertengkaran biasa hingga yang paling parah ada perceraian. Bahkan untuk saat ini dimana media internet telah menjadi keseharian, di media sosial telah banyak beredar berita yang kurang lebih sama. Perceraian selebgram dikarenakan selingkuh dan penyebab lainnya.
Pada Selasa Sharing kali ini, Bunda Era dari alumni Sekolah Parenting berbagi tentang training Emotional Release Therapy. Melalui training tersebut peserta (salah satunya Bunda Era) mendapatkan materi tentang duplikasi oleh anak dari perilaku lingkungan terdekat.
Contohnya anak yang setiap hari mendengar, merasakan, dan melihat, orang tuanya bertengkar kelak anaknya kurang lebih akan mengalami hal yang sama. Anak yang melihat orang tuanya kesulitan ekonomi karena melihat, mendengar, dan merasakan hal itu berulang-ulang kelak juga akan mengalami hal yg sama.
Nah, di training yang pernah diikuti Bunda Era tersebut, peserta diajarkan cara memutus mata rantai kejadian tidak menyenangkan di masa lalu. Caranya kurang lebih sama dengan yang digunakan Bunda Abyz saat Bunda Era konseling .
Sekarang anak Bunda Era semakin besar dan kekhawatiran itu juga semakin besar. Bunda Era memang bukan anak yang mengalami perceraian orang tua, tapi di lingkungan terdekat teman-teman anaknya mengalami hal itu. Bunda Era takut kalau anaknya merekam ketidaknyamanan yang dialami temannya. Meski hal ini membuat Bunda Era merasa lebay ^_^.
Tidak bisa dipungkiri jika beberapa dari kita mungkin punya teman yang masih muda tapi sudah bercerai. Ada yang selingkuh dan ada pula yang merasa tidak sejalan lagi dengan visi-misi yang mereka tetapkan.
Tidak sedikit pasangan yang enggan belajar ilmu parenting ataupun berumah tangga. Bahkan ada yang masih kekanak-kanakan dalan menyelesaikan masalah rumah tangganya. Sedikit banyak hal ini bisa juga disebabkan oleh pola asuh dari orang tua.
Menurut Bunda Era, yang namanya sudah berumah tangga maka kedua belah pihak harus sama-sama mau belajar. Sama-sama mau berubah, sama-sama menerima kekurangan, sama-sama bisa pegang komitmen. Sehingga satu-satunya jalan untuk memutus mata rantai tersebut adalah kesadaran dari kedua belah pihak.
Perceraian Nyata dan Ada di Sekitar Kita
Berdasarkan pengalaman para alumni Sekolah Parenting harum, di sekitarnya pun tidak sedikit yang melakukan perceraian. Beberapa disebabkan perselingkuhan, tapi ada juga karena faktor ekonomi, traumatic, perbedaan karakter, komunikasi, ataupun kurangnya pengetahuan tentang bab menikah dan rumah tangga.
Perceraian biasanya terjadi bukan karena masalah satu pihak saja tapi complicated. Walaupun mungkin saja ada ya yang bermasalah itu satu pihak, tapi tetap saja yang namanya rumah tangga itu harus mengedepankan komunikasi.
Menurut pengalaman suami-istri yang sudah senior yang berhasil mempertahankan rumah tangganya, ada yang komunikasinya masih timpang. Salah satu pasangan mendominasi sedangkan pasangan lain “tetap bertahan” dan enggan bergerak untuk meluruskan.
Tentu saja masalahnya adalah komunikasi antar pasangan. Bisa juga karena caranya yang kurang tepat, waktu ngobrol yang kurang, atau pun tidak ada quality time diantara mereka. Masalah komunikasi antar pasangan yang tidak dapat diatasi seringnya menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Naudzubillah ya … Semoga kita semua selalu dalam bimbingan Allah SWT, amiin.
Emotional Release Therapy
Dari sisi emotional release therapy, bahwa software manusia itu meliputi semua pikiran, perasaan, pendapat, keyakinan, serta prasangkanya tentang dirinya sendiri, orang lain, alam, dan Tuhannya. Jika kita punya software yang baik terhadap semua itu, maka akan tercermin dalam hidup kita.
Kita akan kenalan dengan pikiran sadar dan bawah sadar ya ayah-bunda. Pikiran tidak hanya terkait pembagian otak secara fungsional, tetapi juga pembagian berdasarkan aspek kesadarannya.
Pada umumnya, kita hanya memanfaatkan pikiran sadarnya yang memiliki hanya kekuatan 12% dari keseluruhan kekuatan pikirannya. Pikiran sadar ini yang biasa kita sebut menggunakan “otak”, sementara 88% lainnya merupakan kekuatan bawah sadarnya yang secara umum hanya muncul dalam bentuk “perasaannya”.
Diperbatasan pikiran sadar dan bawah sadar ini ada filter yang disebut Reticular Activating System (RAS). Filter ini sangat di butuhkan, baik untuk melindungi kita dari informasi yang tidak di perlukan maupun untuk pintu keluar/masuk ketika menyimpan dan menghapus rekaman informasi di bawah sadar. Untuk membuka pintu RAS ini gelombang otak kita minimal harus alfa. Untuk itu diperlukan bimbingan, misalnya dengan musik yang lembut.
Di saat gelombang otak kita sudah alfa, terapis akan membimbing kita untuk melepas perasaan negative. Misalnya, mengalami kekerasan di masa kanak-kanak, melihat perselingkuhan, pertengkaran, perceraian orang tua dll.
Kemudian diinstal dengan merasakan dan membayangkan hal-hal yang positif dan nyaman dirasakan. Kenapa pikiran bawah sadar ini lebih kuat? Karena di pikiran bawah sadar menyimpan memory (ingatan dari kecil sampai sekarang), self image (citra diri), personality ( kepribadian), dan habits (kebiasaan).
Pernah nggak lihat pasangan suami istri yang bercerai kemudian menikah lagi?
Rumah tangganya kurang lebih sama dengan rumah tangga sebelumnya karena self imagenya mengatakan mana ada keluarga yang utuh dan rukun terus. Lalu ditunjang dengan habits personality yang dimiliki, seperti malas belajar ilmu berkeluarga, khawatir jadi omongan orang, takut berubah dll. Itulah kehebatan pikiran bawah sadar yang mengendalikan hidup kita.
Kenapa sih kita punya personality yg buruk? Karena begitu banyak program terinstal di otak kita baik dari ortu, lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dll.
Nah, tugas kita sebagai orang tua yang sudah belajar di Sekolah Parenting adalah menginstal program-programnya baik pada putra putri kita.
Menyambung ttg kasus rumah tangga, perceraian, perselingkuhan dll.
Dampak Perceraian
Salah satu yang terdampak dari perceraian orang tua adalah anak. Sayangnya justru kondisi anak dari orang tua yang bercerai sering diabaikan karena dianggap anak belum tahu apa-apa. Padahal saat ini kasus stress sampai depresi yang dialami anak sudah semakin tinggi.
Hal ini sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang otak emosional dan otak berpikir anak sehingga mempengaruhi pola perilakunya juga hingga di usia dewasa. Tak hanya itu, kondisi stress dan depresi bisa berkembang ke perbuatan bunuh diri, baik di usia anak, remaja maupun dewasa.
Nah, kasus bunuh diri ini juga semakin meningkat. Di tahun 2019, menurut data WHO, dari setiap 40 orang ada 1 kasus bunuh diri. Tahun 2021 ini kabarnya sudah naik lagi.
Serem yaa….
Biasanya kasus bunuh diri juga disebabkan oleh perilaku pasangan ataupun orang tua yang memiliki luka batin namun tak disadari. Sehingga perilakunya pada keluarganya ‘gak bener’. Pasangan stress dilampiaskan ke anak. Lalu, ketika nggak puas bisa berlanjut ke depresi. Oleh karena nggak ada pertolongan akhirnya bunuh diri.
Anak pun mengalami trauma dan luka batin yang akhirnya blunder hingga generasi berikutnya.
blun.der /blundêr/
-
n kesalahan serius atau memalukan yang disebabkan oleh kebodohan, kecerobohan, atau kelalaian
Pentingnya Membereskan Diri Sendiri Lebih Dulu
Dalam sharing tersebut, Bunda Abyz Wigati, S.Psi berpendapat bahwa sebagai makhluk sosial cara yang lebih tepat untuk membereskan diri sendiri akibat ‘ukiran‘ masa lalu (yang tersimpan di memory alam bawah sadar) adalah dengan kesadaran dan kemauan dari diri sendiri dulu. Kemudian lanjut ‘berbagi rasa‘ dengan orang yang tepat.
Jadi, mengapa Bunda Abyz memberi wadah ‘curhat’ meski banyak yang bilang kalau curhat ke orang lain itu nggak baik. Mending curhat itu cukup pada Allah saja.
Namun menurut Bunda Abyz curhat itu fitrahnya makhluk sosial. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa ‘berbagi rasa’ yang dimaksud di sini adalah proses yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan. (solutip kata bu tejo 🤭).
Meski bisa melakukan self healing, sekali waktu tetap perlu meminta orang lain untuk membantu. Jika ngotot, yakin bisa ngatasi sendiri malah jadi over defen.
Sudah setelan dari Allah memang setiap orang butuh yang lain, biar gak sombong dan takabur 😊🙏
Lalu apa benar ‘ukiran’2 masa lalu di alam bawah sadar itu bisa menggiring kita mengalami hal yg sama?
Ya bisa saja, namun tidak selalu dan bukan berarti pasti terjadi.
Misalkan, orang tuanya dulu cerai. Jika anak sudah membekali diri dengan ilmu kehidupan berumah tangga yang baik, lalu pasangannya juga sejalan dalam usaha dan doa. Tentu bisa mencegah perceraian berulang meskipun bisa jadi anak tersebut masih punya trauma dan luka batin. Efek lain yang mungkin muncul adalah perlakuan kasar pada anak.
Tapi jika orang tua dulu bercerai, lalu anak menyimpan luka batin hingga trauma, enggan menikah tapi terpaksa karena kebutuhan. Nah, ini berpeluang terjadi pengulangan perceraian.
Nah, membereskan kondisi diri sendiri itu ya memang perlu ^_^.
Salam good parenting, untuk Indonesia yang lebih baik. Dari keluarga untuk bangsa ^_^