Halo Ayah-Bunda, selain Selasa Sharing, di WAG ALumni Sekolah Parenting Harum juga ada sesi Kamis Curhat. Kali ini curhat tentang perjodohan anak, bagaimana orang tua sebaiknya menyikapinya?
Nah, pada Kamis (4/2) lalu ada Bunda NC yang bercerita tentang ponakannya (anak dari kakaknya) yang menolak untuk dijodohkan. Si kakak sampai sakit karena kecewa. Lalu, Bunda NC menyarankan untuk menunggu saja. Siapa tahu nanti akan berubah pikiran atau kita tanya alasannya kenapa menolak. Apakah anaknya mau memilih sendiri? Tapi ternyata setelah anak mengajukan pilihan dan orang tua istikharoh, pilihan si anak kurang bagus di mata orang tua.
Kemudian saat Bunda NC sharing masalah ini kepada anaknya, eh salah satu putrinya menjawab, “terserah anaknya donk, Mi.”
Bunda NC kaget. Meskipun belum waktunya memikirkan punya menantu tapi Bunda NC sudah bisa membaca reaksi anaknya. Misalnya masalah yang menimpa kakaknya terjadi juga pada Bunda NC, sepertinya memang harus siap jika tidak sependapat dengan anak.
Bagaimana Menyiapkan Diri saat Berbeda Pendapat dengan Anak?
Bunda Abyz pun memberikan tanggapannya. Beliau meminta kami, khususnya Bunda NC , mengingat kembali bahwa beda pendapat dengan orang tua itu bukan berarti anak tidak patuh. Hal inilah yang harus dipegang kuat-kuat supaya kita (sebagai orang tua) tidak berprasangka buruk terhadap anak dan tetap bisa berpikir positif terhadap pendapat mereka.
Ketika kita punya pemikiran dan pendapat yang menurut kita baik untuk anak sebaiknya tidak dipaksakan untuk mereka terima. Mengapa? Karena semakin dipaksa pasti anak cenderung bereaksi semakin menolak.
Ada baiknya sebelum menyampaikan keinginannya, orang tua perlu pendekatan dulu dengan anak. Membicarakan tentang hal-hal terkait perjodohan yang terjadi pada orang lain misalnya.
Tanyakan bagaimana pendapat anak? Simak dan dengarkan sepenuh hati agar anak merasa dihargai. Nah, baru deh orang tua gantian menyampaikan pendapatnya tanpa meminta anak untuk ‘harus setuju’.
Minta anak untuk menganalisa seperti saat orang tua menanggapi pendapat mereka. Pembahasan juga tidak harus langsung tuntas pada satu waktu itu ya. Tapi boleh beberapa hari sesudahnya supaya orang tua dan anak bisa punya waktu untuk saling mencerna. Kemudian saling berusaha memahami tanpa ada yang ‘ngambek’ 😁
Apalagi terkait perjodohan. Selalu diingat ya, Ayah-Bunda, bahwa yang paling tahu jodoh terbaik kan cuma Allah. Jadi orang tua pun tidak berhak memastikan bahwa pilihannya pasti cocok, pasti baik dll.
Bagaimana Jika Anak Memilih Sendiri Jodohnya?
Kalau alasan anak menolak perjodohan karena ingin memilih sendiri, apakah orang tua juga harus langsung meng-iya-kan?
Bagaimana cara menyampaikan kalau kita kurang pas dengan pilihan anak tanpa ada drama “ngotot-ngototan?
Nah, untuk hal ini bisa dikomunikasikan dengan tenang ya, Ayah-Bunda. Pilihan anak maupun pilihan orang tua sama-sama belum tentu yang terbaik. Jadi tidak ada gunanya drama adu otot maupun adu ngotot 😁.
Namun yang pasti, anak adalah orang yang akan menjalani hidup dengan jodohnya. 😊🙏
Ketika orang tua tidak mantap hati dengan pilihan anak tentu tidak nyaman sekali rasanya. Nah, seperti itu pula yang dirasakan anak saat tidak mantap hati dengan pilihan orang tuanya.
Padahal yang menjalani hidup dengan jodohnya kan anak, dan bukan orang tua. Ada baiknya membuat aturan yang disepakati bersama. Misalnya, anak menolak pilihan orang tua, maka sampaikan manfaat dan mudhorotnya termasuk risiko dan konsekuensi yang mungkin harus ditanggung anak. Demikian juga sebaliknya, jika orang tua menolak pilihan anak.
Baik pilihan orang tua maupun anak pasti mengandung risiko yang harus dihadapi 😊🙏
Pengalaman Para Alumni tentang Perjodohan
Seperti biasa ya, namanya saja ini whatsapp group jadi wajar jika setiap anggotanya menyampaikan pendapat atau pengalamannya juga saat sesi curhat berlangsung. Ramai dan seru pastinya. Yuk, baca pengalaman para alumni sekolah parenting harum dalam hal perjodohan.
Pengalaman saya masih anget, nyomblangi adik saya sampai akhirnya menikah, Alhamdulillah, adik saya laki-laki, usianya 31th. Sudah berkali-kali “dicarikan” jodoh oleh orang tua. Dikenalkan anak-anak temennya orang tua juga nggak pernah nolak.
Jawabannya selalu, “yang penting ibu senang”. Tapi semuanya tidak berjalan mulus. Saya dan adik itu manut-manut, patuh, nggak pernah bilang “tidak” karena malas dapat masalah.
Semua orang tua itu pasti ingin yang terbaik untuk anaknya, namun seringkali tidak melihat dari sudut pandang anak.
-Bunda L-
Suami adalah pilihan saya sendiri. Sebelumnya memang tidak disetujui Emak karena hitungan jawa “mojok arahnya” dari Gresik ke Kamongan atau istilahnya tusuk sate dan risikonya besar.
Saya menolak untuk manut dengan Emak. Saya juga punya argumen:
- Saya nggak mau sakit hati lagi karena putus cinta itu sakit rasanya. Terus kapan saya sembuh juga nggak tahu. Kalau pun sudah sembuh, kapan saya nyari lagi yang cocok butuh waktu juga sedangkan usia saya sudah 26 tahun (waktu itu).
- Alasan “mojok arah”, besok-besok berangkatnya dari tempat lain saja ngga berangkat dari Lamongan
Emak berargumen lagi, “nanti risiko tanggung sendiri lo ya. Karena klo hitung-hitungan arah sudah tidak pas. Hitungan weton juga tinggi kamu.”.
Saya pun menjawab, “Ini rumah tangga saya, macam kapal ya yang menghadapi kami bukan orang lain. Risiko nanti dihadapi bersama dengan suami. Toh kita nggak tau ke depan ada apa.”
Akhirnya Emak saya OK
-Bunda D-
Kalau pengalaman saya “dititipkan” ternyata kecantol 😅 Memang ada maksud menjodohkan dari pihak mertua cuma kalau orang tua saya bilang terserah anak-anak, nggak usah dijodohkan.
-Bunda Z-
Nah, itu dia curhat dan pembahasan dari para alumni Sekolah Parenting Harum. Apakah Ayah-Bunda memiliki pengalaman serupa? Yuk, sharing di kolom komentar.
Terima kasih, semoga bermanfaat.
Salam Good Parenting, untuk Indonesia yang lebih baik. Dari keluarga untuk bangsa ^_^