Di era sekarang, kehidupan anak tak bisa dipisahkan dari dunia digital. Dari belajar online, menonton video edukatif, hingga bermain gim, layar sudah menjadi bagian dari keseharian mereka.
Namun di sisi lain, penggunaan gadget yang berlebihan bisa berdampak pada fokus, tidur, hingga hubungan sosial anak.
Tantangannya bagi orang tua bukan hanya membatasi, tetapi mengatur dengan bijak agar screen time menjadi sarana belajar, bukan sumber konflik.
Dan kuncinya bukan sekadar aturan, tapi kesepakatan dan komunikasi yang sehat dalam keluarga.
📎 Baca juga: Komunikasi Efektif antara Orang Tua dan Anak di Era Digital
Mengapa Orang Tua Perlu Bijak Mengatur Screen Time
Orang tua sering kali berada di dua sisi dilema: ingin anak tetap melek teknologi, tapi khawatir mereka kecanduan gadget.
Sebenarnya, yang perlu diatur bukan sekadar jumlah waktu layar, melainkan kualitas interaksi anak dengan teknologi.
American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan:
-
Anak di bawah 2 tahun sebaiknya tanpa screen time kecuali untuk video call keluarga.
-
Anak usia 2–5 tahun maksimal 1 jam per hari dengan pendampingan.
-
Anak di atas 6 tahun perlu batasan yang seimbang dengan aktivitas fisik, belajar, dan tidur.
Namun, aturan ini bisa terasa kaku bila diterapkan tanpa melibatkan anak. Karena itu, dialog dan kesepakatan keluarga menjadi langkah pertama agar anak merasa dilibatkan, bukan dikontrol.
📎 Baca juga: Menumbuhkan Kedisiplinan Anak Tanpa Marah dan Hukuman
Membuat Kesepakatan Keluarga tentang Gadget
Alih-alih membuat “larangan keras”, cobalah membentuk kesepakatan keluarga yang disepakati bersama.
Libatkan anak dalam menentukan kapan dan bagaimana gadget boleh digunakan. Dengan begitu, mereka merasa dihargai dan lebih bertanggung jawab.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
-
Diskusikan bersama.
Tanyakan pendapat anak: “Kapan waktu terbaik kamu pakai gadget?” atau “Menurutmu, kenapa penting dibatasi?”
Ini melatih anak berpikir kritis dan memahami alasan di balik aturan. -
Tentukan zona bebas gadget.
Misalnya, tanpa gadget saat makan bersama atau sebelum tidur. Aturan ini berlaku untuk semua anggota keluarga, termasuk orang tua. -
Gunakan timer atau alarm.
Agar anak belajar disiplin terhadap waktu layar tanpa harus diingatkan berulang-ulang.
Ketika alarm berbunyi, artinya waktunya istirahat dari layar. -
Berikan alternatif menarik.
Siapkan kegiatan lain yang seru, seperti bermain di luar rumah, membaca buku, atau memasak bersama.
Anak lebih mudah lepas dari layar jika ada aktivitas pengganti yang menyenangkan.
Kesepakatan ini sebaiknya tertulis dan ditempel di area keluarga — bukan untuk menghukum, tapi menguatkan rasa tanggung jawab bersama.
📎 Baca juga: Rutinitas Keluarga yang Membentuk Karakter Anak
Ubah Screen Time Jadi Learning Time
Screen time tidak selalu buruk — yang penting bagaimana dan untuk apa anak menggunakannya.
Alih-alih melarang sepenuhnya, bantu anak mengubah layar menjadi sarana belajar dan eksplorasi positif.
Berikut beberapa ide sederhana:
-
Pilih konten edukatif.
Ajak anak menonton video sains, musik, atau eksperimen sederhana.
Orang tua bisa menonton bersama dan berdiskusi setelahnya: “Menurut kamu, kenapa air bisa mendidih?” -
Gunakan aplikasi kreatif.
Ada banyak aplikasi menggambar, coding anak, hingga permainan logika yang melatih berpikir kritis. -
Buat proyek digital bersama.
Misalnya membuat vlog keluarga, jurnal video, atau desain sederhana.
Ini membantu anak menggunakan teknologi untuk mencipta, bukan hanya menikmati. -
Ajarkan etika digital.
Bahas bersama tentang jejak digital, sopan santun di internet, dan cara menghadapi konten negatif.
Anak perlu tahu bahwa dunia maya juga membutuhkan empati dan tanggung jawab.
Dengan pendampingan yang aktif, screen time bisa menjadi learning time yang bermakna dan mempererat hubungan orang tua-anak.
📎 Baca juga: Menumbuhkan Empati Anak Lewat Kebiasaan Baik di Rumah
Membangun Komunikasi Terbuka Tanpa Drama
Konflik soal gadget sering kali muncul karena perbedaan pandangan antara orang tua dan anak.
Kuncinya bukan memperbanyak larangan, tapi meningkatkan komunikasi.
Gunakan pendekatan reflektif:
“Ibu tahu kamu suka main game karena seru. Tapi kalau terlalu lama, matamu lelah dan waktumu untuk main di luar jadi berkurang. Gimana kalau kita atur supaya tetap bisa main tapi tetap sehat?”
Nada tenang dan empatik membuat anak lebih terbuka. Hindari membandingkan (“Lihat temanmu, lebih disiplin!”) atau menghukum dengan cara mematikan internet secara tiba-tiba.
Sebaliknya, libatkan anak dalam solusi.
Jika anak melanggar kesepakatan, jadikan itu bahan refleksi, bukan hukuman:
“Apa yang bisa kita perbaiki supaya besok waktunya lebih teratur?”
Dengan komunikasi yang jujur dan saling menghargai, anak belajar bahwa aturan dibuat bukan untuk mengekang, tapi untuk melindungi dan menumbuhkan kepercayaan.
📎 Baca juga: Mengelola Emosi Orang Tua agar Anak Tumbuh Tangguh
Penutup: Teknologi Bisa Jadi Kawan, Bukan Lawan
Mengatur screen time anak tidak harus penuh drama. Yang dibutuhkan adalah kehadiran, kesepakatan, dan keteladanan.
Anak akan meniru cara kita berinteraksi dengan teknologi — jadi, jika kita ingin mereka bijak menggunakan layar, tunjukkan bahwa kita juga bisa menyeimbangkan dunia digital dan nyata.
Gunakan momen di depan layar bukan untuk menjauh, tapi untuk terhubung lebih dekat.
Karena ketika orang tua hadir dengan empati dan kesadaran, dunia digital bisa menjadi ruang belajar yang mempererat, bukan memisahkan.

